Air Bau
Beberapa waktu yang lalu saya beserta anak- anak SD dan SMP pesiar ke air bau Kata mereka tempatnya dekat- dekat saja, tapi... sebelum kami berangkat sempat ibu- ibu tetangga mengingatkan “ jadi pergi ke air Bau? Aduh jalannya ngerie,,.. mendaki sekali..” Namun hal itu sama sekali tidak memupuskan rasa penasaran kami akan pesona air Bau.
Kami berangkat bersama anak- anak setelah sebelumnya kami gagal “nglimpekke” (saya ga ngerti bahasa indonesianya) seorang anak TK yang masih sangat kecil badannya, karena kami tidak mau ambil resiko gendong2 anak dan akhirnya kami tinggal lari anak itu. (maaf yah Amin...) terpaksa harus ada tangis kecewa saat kami pergi..
Perjalananpun dimulai. Di sepanjang jalan hanya ditemui hutan dan kebun milik warga, jalannya naik turun dan rusak seperti bekas aspal yang tererosi. Namun, jalan itu memang dulunya beraspal, dulu air Bau dijadikan sebagai tempat wisata, tapi karena kurang dikelola dengan baik jadi jalannya sampai mengerikan begitu. Mungkin karena jaraknya cukup jauh dari desa atau apalah, padahal potensi yang bagus dan sampai sekarang masih banyak orang suka berkunjung ke air Bau meski tidak seramai yang dulu.
Di jalan menuju Air Bau, kami disuguh dengan pemandangan yang sangat menawan. Bukit- bukit berjajar, air laut yang biru terlihat dari ketinggian tempat kami berpijak. Subhanallah.. indah sekali. Kami juga berjumpa dengan sapi, kambing, dan kuda yang sedang ditambat di kebun- kebun warga. Sengaja ditinggal di kebun. Jarang orang sini yang punya kandang untuk hewan ternaknya. Biasa mereka hanya meninggalkannya di kebun dan yah, tidak ada yang ambil, di sini daerah aman tentram damai bahagia. Tidak ada pencuri ataupun perampok. Santai sajalah, bahkan orang taruh motor di depan rumah tanpa diambil kuncinya, meski sampai tengah malam tidak ada yang akan mengambil.
Nah, setelah melalui perjalanan panjang dan sangat melelahkan, mendaki gunung, lewati lembah, menyebrang sungai kecil, akhirnya sampai juga di air bau. Tempatnya bagus, airnya super bening, di dasar mata airnya terdapat endapan belerang berwarna biru agak kehijauan, atau hijau agak kebiruan (yah pokoke campuran hijau dan biru). Di samping air bau, terdapat sungai kecil dengan air yang jernih. Nah, di aliran sungai yang sudah kena campuran air dari mata air “Air Bau”, airnya berwarna agak keputihan seperti susu. Bagus sekali.
Air bau, seperti namanya airnya sangat bau. Bau khas belerang, seperti telur busuk. Airnya tidak panas, suhunya biasa agak dingin, tapi yah itu, baunya menusuk hidung. Konon air Bau bisa menyembuhkan berbagai penyakit kulit terutama masalah gatal- gatal atau alergi. Endapannya yang berwarna putih biasa digunakan untuk masker untuk menghaluskan kulit. Orang yang baru pertama datang, manurut adat harus meninggalkan uang berapapun, bisa 100, 500, atau 1000 rupiah di lubang dekat sumber mata air. Entah itu untuk apa, padahal kata anak- anak uang itu tidak boleh diambil dan biasanya tidak ada yang ambil. Yah, kami ikut saja, kami anggap sebagai bagian dari adat di Pora.
Begitu sampai di Air Bau, anak- anak buru-buru lepas pakaian dan menceburkan diri ke air Bau (semacam telaga dari mata air). Telaga Air Bau ada dua tingkat, yang bagian atas untuk perempuan, yang bagian bawah untuk laki- laki. Nah, begitu air telaga dipakai mandi anak- anak, sontak telaga bermuram durja, airnya berubah keruh, sangaat keruh. Kotor sekali, tapi sepertinya masih menyenangkan untuk mereka mandi buktinya mereka masih asik-asik saja mandi.
Ada anak yang memakai endapan belerang diusapkan ke seluruh tubuh hingga badannya putih semua, kalau sudah agak lama baru dibilas dengan air belerang lagi. Saya sendiri tidak berani turun mandi, cukup sedikit menyentuh airnya saja, untuk cuci kaki dan cuci tangan karena kata penduduk sekitar dan kata anak-anak juga, kalau mandi air Bau, baunya lama hilang. Kalau di badan sehari dua hari untuk mandi sudah bisa hilang baunya. Namun jika pakaian sudah kena air bau, baunya baru akan hilang setelah berbulan- bulan dan itupun harus sering dicuci.
Sampai sekarang sering orang datang ke air Bau untuk penyembuhan penyakit dan gatal- gatal. Walau jalannya sulit dan jauh, tetap ditempuh untuk kesembuhan. Sayang potensi bagus seperti itu kurang dikelola dengan baik. Padahal dulu ada turis yang buat bangunan di dekat air bau. Sekarang bangunan itu tinggal tembok-tembok yang masih berdiri, tanpa atap dan sudah tidak layak huni.
Nah, pulang dari air Bau adalah saat-saat menyusahkan sekaligus menyenangkan. Susah karena perjalanan jauh skali dan tenaga terkuras,, snang karena anak-anak baik sekali. Mereka petik- petik kelapa muda dari kebun mereka, dibagi- bagi dengan kami, baiknya.. udah dikasih, dibawain pula karena saya keberatan, jalannya dah capek bener, hehe.. trimakasih adek-adek yang baik, terkhusus pada Igo yang kebunnya ada kelapa muda, pada Valen yang panjat kelapa, dan pada Yosin yang bawain kelapa meski tubuhnya jauh lebih kecil dari saya. J
Air nangka dan Air Wuwu
Tak lama setelah kami pesiar ke Air Bau, kami diajak anak- anak untuk mbana da Ae Wuwu (jalan ke air Wuwu). Wuwu tempatnya lebih dekat dengan rumah kami. Tempatnya masih berada di sekitar perkampungan. Air Wuwu tempatnya dekat dengan Air Nangka. Keduanya berasal dari mata air. Air Nangka biasa digunakan warga untuk mandi. Pada saat kami lewat mau ke air Wuwu, kami melintasi air nangka. Ketika itu kami dengar ada suara bapak-bapak,, wah sepertinya ada yang sedang rio ae (mandi), kamipun berhenti. Setelah anak-anak tanya baru kami lewat, karena mandinya sudah selesai.
Air Wuwu adalah mata air yang biasa dimanfaatkan sebagai air minum. Tidak selalu orang ambil air minum di Air Wuwu. Hanya kadang-kadang saja. Biasa orang punya hajat, seperti baru bangun rumah dan buat acara makan bersama, mereka ambil air Wuwu untuk air minumnya. Di mata air Wuwu, airnya sudah disalurkan dengan bambu hingga mudah untuk ditampung. Air Wuwu rasanya super segar, enak, dan dingin. Mantaplah pokoknya. Perjalanan kesana relatif dekat meski juga naik dan turun. Maklum saja tanah Flores banyak bukit dan tebingnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar